Pendekatan dan Metode Pendidikan Agama Islam

Image

Oleh : Wawan Anwar Sadat & Aas Hikayat

Abstrak

Kemajuan sebuah Negara sangat tergantung kepada kemajuan pendidikkannya (termasuk di dalamnya pendidikan islam), dan dalam pendidikan itu erat kaitannya dengan penggunaan metode dan pendekatan yang dilakukan selama proses belajar mengajar terjadi.Pendekatan dan metode selayaknya dikuasai oleh seorang pengajar supaya bisa mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Penggunaan metode yang tepat dan sesuai dengan materi pelajaran serta situasi dan kondisi yang ada akan mengantarkan anak didik ke dalam pengausaan isi pelajaran yang diharapkan.Pendekatan sistem,pedagogis dan psikologis, keagamaan dan sejarah adala diantara pendekatan yang harus dikedepankan dalam Pendidikan Agama Islam .Metode-metode kontemporer atau konvensional juga senantiasa digunakan selama proses belajar mengajar dengan melihat kesessuaiannya dengan materi yang ada.

 

Kata Kunci : Pendekatan, Metode, Pendidikan

 

PENDAHULUAN

Keberhasilan sebuah pendidikan tentu tidak akan terlepas dari apa yang disebut Pendekatan dan metode.Begitu pentingnya sebuah pendekatan dan metode sehingga lebih penting dari materi atau bahan yang yang akan diajarkan.Pepatah mengatakan “cara atau metode itu lebih penting dari bahan”.

Sebagus apapun materi yang akan kita ajarkan, kalau cara atau metodenya kurang tepat maka semua itu tidak akan bisa dicerna oleh peserta didik, sehingga tujuan yang sudah kita tetapkan akan sia-sia dan percuma.

Pemilihan metode juga harus benar dan tepat sesuai dengan karakter dan sifat materi yang akan disajikan.Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar, oleh karena itu metode yang digunakan oleh pendidik harus dapat dikatakan berhasil apabila dengan metode tersebut dapat dicapai tujuan yang diharapkan.[1]

 

 

 

 

A.PENGERTIAN PENDEKATAN, METODE DAN PENDIDIKAN ISLAM

Kata “pendekatan” yang dalam bahasa inggrisnya adalah approach mempunyai arti a way of dealing with something [2] (sebuah jalan untuk melaksanakan sesuatu).

Kata metode atau metoda berasala dari bahasa Yunani yaitu metha dan hodos. metha berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu, sedang dalam bahasa Arab sering disebut dengan istilah Tariqat.[3]

Pendidikan Islam menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi adalah bahwa pendidikan islam mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaanya, manis tutur katanya, baik dengan lisan atau dengan tulisan. [4]

Marimba juga memberikan pengertian bahwa pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran – ukuran islam.[5]

 

B. PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM

Menurut HM.Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, menuliskan empat pendekatan pendidikan islam.Keempat pendekatan itu adalah :

  1. Pendekatan Sistem (system approach).

Pendidikan Islam yang ruang lingkupnya sama sebangun dengan kebutuhan hidup umat manusia dalam seluruh bidang-bidangnya, secara sistemik, adalah proses mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan menuju titik optimal kemampuan manusia berlandaskan nilai-nilai Islami, berlangsung menurut sistem hukum tertentu yang menentukan corak dan watak hasil (produk) akhimya.

Watak ilmu pendidikan Islam adalah sistematis dan konsisten menuju ke arah tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu maka pendidikan Islam memerlukan pemikiran sistematik dan mengarahkan prosesnya dalam sistem-sistem yang aspiratif terhadap kebutuhan umatnya. Bila tidak demikian, akan timbul gangguan dan hambatan-hambatan teknis operasional yang dapat menghilangkan orientasinya yang benar.Semakin banyak gangguan yang timbul dalam suatu sistem, maka semakin besar pula daya perusak yang mengancam mekanisme sistem itu dan makin menjauhkannya dari tujuan yang dicita-citakan.

Dalam berbagai ayat Al Quran dapat kita temukan makna suatu satem mekanisme alam semesta, sistem kehidupan sosial dan sistem kehidupan individual (dilihat dari segi biologis).

Ayat-ayat yang menunjukkan sistem gerakan benda-benda sa­mawi di ruang angkasa luar planit bumi kita ditunjukkan oleh Tuhan dengan firman-firrnan-Nya seperti berikut:

Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaasin, 38).Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, se­hingga (setelah dia sampai pada di manzilah yang terakhir) kembalilah dia kebentuk tanda yang tua” (Yaasin, 39).Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam­pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis peredaranrrya. (Yaasin, 40).

Kaitannya dengan sistem kehidupan sosial, Allah menun­jukkan suatu sistem harmonisasi hubungan antara manusia dengan Khalik-Nya dan hubungan dengan sesamanya secara seimbang, serasi dan selaras. Bila sistem hubungan itu tidak harmonis, maka timbullah kerusakan.

Allah berfirman dalam surat Ali­Imran ayat 112: Mereka diliputi kehinaan di mana-mana mereka berada, kecuuli jika mereka berpegang kepada tali hubungan dengan Allah dan tali hubungan dengan sesama manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi oleh kerendahan …. (Ali ­Imran, 112).

Firman Allah yang lainnya ialah: Wahai manusia, sesungguhnya Aku telah menciptakan kamu sekalian dari jenis laki-Iaki dan jenis perempuan dan Aku jadikan kamu sekalian bersuku-suku bangsa, dan berkabilah-kabilah agar supaya kamu sekalian saling kenal mengenal; Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa dari antara kamu sekalian.. . . (Al-Hujurat, 13).

Ayat yang berkaitan dengan sistem pertumbuhan dan perkem­bangan manusia sejak dari tahap awal kejadiannya adalah seperti di deskripsikan Allah dalam firman-Nya Al-Mukminun ayat 12 – 14 : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (herasad) dari tanah, kemudian Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bur.gkus dercgan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk (yang berbentul;) lain. Maka Mahasucilah Allah Pencipta yang Paling batk. (Al-Mukminun, 12 – 14).

Sejalan dengan pendekatan sistem, orientasi pendidikan Islam itu memiliki karakteristik (ciri pokok) yang bersifat “goal-oriented” secara operasional pendidikan Islam yang dilaksanakan mendasarkan pende­katan sistem itu dapat dikembangkan ke dalam model sebagai berikut:

1) Secara sistemik, manusia didik dipandang sebagai makhluk yang integralistik, total (berkebulatan) yang terbentuk dari unsur rohaniah dan jasmaniah yang tak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Masing-masing unsur tersebut memiliki organ-organ psikis dan fisikal yang bekerja secara fungsional saling mempengaruhi (in­teraktif) dan saling mendorong perkembangan ke arah pencapaian rujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan Islam.

2) Secara pedagogis, pendidikan Islam diletakkan pada strategi pe­ngembangan seluruh kemampuan dasar (fitrah) secara integralistik, menuju ke arah pembentukan pribadi muslim paripurna (serbaguna) dalam dimensi rohaniah dan jasmaniahya untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang berorientasi kepada kesejahteraan hidup duniawi-ukhrawi secara simultans (bersamaan).

3) Institusionalisasi (pelembagaan) pendidikan Islam diwujudkan dalam struktur (bentuk) yang hierarkis berjenjang sejalan dengan tingkat perkembangan jiwa manusia-didik, menuju ke arah optimali­sasi kemampuan belajamya yang semakin mendalam dan meluas. Institusi kependidikan Islam selain bertugas sebagai wadah (wahana) juga berfungsi mengarahkan proses kependidikan sesuai dengan program-programnya yang telah ditetapkan.

4) Secara kurikuler, pendidikan Islam mengarahkan seluruh input in­strumental (Guru, metode, kurikulum dan fasilitas) dan input envi­ronmental (tradisi kebudayaan, lingkungan masyarakat, lingkungan alam) menjadi suatu bentuk program kegiatan kependidikan yang ditujukan kepada merealisasikan cita-cita Islami yaitu produk pendidikan Islam yang diharapkan. Proses pelaksanan kurikuler itu harus berdasarkan atas efisiensi dan efektivitas pengelolaan secara tahap demi tahap, sesuai dengan tingkat kemampuan manusia-didik.

 

2. Pendekatan Paedagogis dan Psikologis

Pendekatan ini menuntut kepada kita untuk berpandangan bahwa manusia-didik adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan rohaniah dan jasmaniah yang memer­lukan bimbingan dan pengarahan melalui proses kependidikan.

Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan jasmani dari pengertian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian psikologis, karena pekerjaan mendidik atau mengajar yang bersasaran pada manusia yang sedang berkembang dan bertumbuh itu harus didasarkan pada tahap-tahap perkembangan/pertumbuhan psikologis di mana psikologi telah banyak melakukan studi secara khusus dari aspek-­aspek kemampuan belajar manusia.

Tanpa didasari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan pengarahan yang bernilai paedagogis tidak akan menemukan sasarannya yang tepat, yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara paedagogik (ilmu pendidikan) dengan psiko­logi (dalam hal ini psikologi pendidikan) saling mengembangkan dan memperkokoh dalam proses pengembangan akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan pembudayaan manusia melalui proses kependidikan.

Berbagai hambatan dan rintangan yang bersifat psikologss dalam din manusia-didik telah diidentifikasikan oleh ahli psikolagi (muslim) untuk dapat diperhatikan oleh para pemproses pendidikan (guru dan pendidik formal lainya) agar hambatan dan rintangan psikologis itu dapat diatasi dengan metode yang tepat dan berdaya guna. Hambatan dan gangguan itu diantaranya adlah penyakit hati, seperti firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 10.” Dalam hati mereka ada penyaki, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”

Penyaki hati mula-mula timbul dari kelemahan keyakinan mereka kepada kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kelemahan keya­kinan inilah yang menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam kesumat terhadap Nabi, agama Islam, dan orang-orang Islam. Inilah yang tergolong penyakit mental, yang menghambat dan merintangi ;pmses kependidikan Islam. Melalui ilmu jiwa, penyakit-penyakit terse­but dapat diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui upaya pen­didikan. Juga termasuk penyakit mental adalah sikap egocentrisme dan egoisme yang menggejala dalam bentuk perbuatan verbal mer.cela, mengejek, merendalxkan orang lain, takabur, congkak, sombong, tinggi ‘hati, tidak menghargai martabat orang lain dan lain-lain, seperti didiskripsikan dalam A1 Quran sebagai ciri-ciri mental orang kafir dan munafik.,misalnya disebutkan dalam A1 Baqarah, 13 – 15 : “Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka[25], mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.

Nabi Muhammad SAW dalam berbagai peristiwa paedagogis, sering pula menunjukkan beberapa penyakit mental orang munafik orang musyrik dan kafir yang menggejala dalam prilaku lahiriah dalam pergaulan antara manusia. Seperti penyakit mental munafik diberitahukan oleh beliau dengan sabdanya sebagai berikut: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu ketika ia berbicara, ia berdusta. Ketika ia berjanji, ia memungkirinya, dan ketika ia diberi amanat, ia mengkhianatiny.” (H.R. Buchari).

Jadi, ingkar janji dan berkhianat terhadap amanat, adalah tergolong penyakit mental yang menjadi ciri orang munafik. Pendidikan Islam bertugas menghilangkan kecenderungan manusia-didik terhadap penyakit mental tersebut dengan mempergunakan berbagai metoda.

Sikap mental berkeluh kesah, mengumpat-umpat, menyalahkan pihak lain dan sebagainya, pada waktu tertimpa kesusahan, dan sikap melupakan Tuhan atau lalai,berwatak kikir dan sebagainya; juga tergolong penyakit mental seperti ditunjukkan dalam firman Allah Surat Al-Ma’arij ayat 20 – 22 : Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”

Kekuatan iman inilah yang menjadi sumber pendorong (moti­vasi) manusia ke arah ketaqwaan kepada Allah yang menyatakan diri alam berbagai bentuk amal-amal perbuatan saleh dan sikap ubu­diyyahnya kepada Khalik melalui shalat, beribadat saum dan berhaji dan sebagainya.

Sebaliknya Allah juga menjelaskan ciri-ciri tingkah laku orang­-orang yang beriman dan bertaqwa seperti antara lain disebutkan dalam; Surat Al-Mukninun ayat 1-6 : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya; dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiadaberguna; dan orang-orang yang menunaikan zakat; dan orang-orang yang menjaga kemaduannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya dalam hal ini rnereka tiada tercela. (Al Mukmirnm, 1 – 6)

Cin-ciri mentalitas Islami seperti tersebut di atas merupakan teberapa aspek mental positif yang hendak dikembang-tumbuhkan oleh pendidikan Islam melalui proses-proses yang direncanakan: Ciri-ciri keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, yang telah tertanam niat dalam jiwa manusia-didik akan menjadi sumber rujukan semua perbuatannya di masa dewasanya. Firman Allah SWT: “Sesungguhnyu manusia diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir; Apabila ia ditimpa .kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir; Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”.(AI-Ma’arij, 19 – 22).

Kaitannya dengan upaya menghilangkan penyakit-penyakit mental tersebut, Pendidikan Islam mengembang-tumbuhkan sumber utama kekuatan mental-spiritual yang mampu menangkal segala bcntuk penyakit mental, yaitu kekuatan IMAN yang benar, ialah iman yang berdasarkan tauhid kepada Allah SWT.

1. Proses Perkembangan dan Pertumbuhan manusia-didik, dalam Kaitannya dengan Kemajuan Hidupnya Melalui Proses Belajar.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang mempunyai kecendenmg­an belajar. Belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman (menurut Edward Walker, 1967). Juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang membawa perubahan dalam cara seseorang menanggapi: dan memberikan respon sebagai hasil dari hubungannya dengan alam sekitar. (Floyd, L. Ruch, 1963).

Ciri-ciri perubahan yang terjadi dalam diri sesearang melalui belajar itu bersifat disengaja, bukan terjadi perubahan secara automatis, seperti perubahan tingkah laku akibat mabuk, kelelahan, kematangan usia dan sebagainya.

Manusia mengalami perkembangan adalah berkat dari kegiatan belajarnya, dan kegiatan belajar itu berlangsung melalui proses sejak lahir sampai meninggal dunia (minal mahdi ilal lahdi). Proses belajar yang berhasil-guna adalah jika tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara tepat-guna. Jadi proses belajar adalah kegiatan yang berarah dan bertujuan.

 

2. Sasaran-sasaran analisis

Ilmu Pendidikan Islam dilihat dari segi psikologis dan paedagogis mencakup 5 faktor sebagai berikut:

a. Pendidik

Sebagai pengendali dan pengarah proses serta pembimbing arah perkembangan dan pertumbuhan manusia-didik, ia adalah manusia hamba Allah yang bercita-cita Islami yang telah matang rohaniah dan jasmaniahnya, dan memahami kebutuhan perkembangan dan per­tumbuhan manusia-didik bagi kehidupan masa depannya. la tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang diperlukan manusia­didik, melainkan juga mentransformasikan tata-nilai Islami ke dalam pribadi mereka sehingga mapan dan menyatu serta mewarnai prilaku mereka sebagai pribadi yang bernafaskan Islam.

b. Manusia-didik.

Sebagai objek (sasaran) pekerjaan mendidik, manusia-didik adalah mahluk yang sedang berada dalam proses perkembangan/pertum­buhan menurut fitrah masing-masing, sangat memerlukan bimbing­an dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.

Selain sebagai objek didik, ia juga harus diberi peran. sebagai subjek-didik melalui berbagai kesempatan yang tepat, karena proses kependidikan untuk mengembangkan ciri-ciri individual mereka berdasar atas kemampuan dari komponen-komponen fitrahnya harus didorong ke arah perkembangan positif dan konstruktif bagi kepentingan dirinya. Dorongan atau motivasi, persuasi atau rangsangan yang positif dan koastruktif itu diberikan kepada mereka berdasar­kan hukum-hukum mekanisme perkembangan/pertumbuhan yang bersifat kesatuan organis, konvergensis dan temporer (menurut tempo).

c. Alat-alat pendidikan.

Alat-alat ini berupa fisik atau non-fisik yang dalam proses kependidikkan perlu didayagunakan secara bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Tujuan utama mempergunakan alat-alat terse­but ialah untuk mencapai hasil yang optimal dalam proses kependidikan itu, oleh karena itu alat-alat tersebut perlu diseleksi terlebih dahulu sebelum dipergunakan dalam proses, mana yang tepat-guna dan mana yang kurang tepat-guna diukur dari tujuan pendidikan yang hendak dicapai dalam proses.

Dalam pengertian Ilmu Pendidikan Islam terdapat persyaratan lain­nya yaitu walaupun alat-alat itu bemilai efektif dan efisien namun bila bemilai tidak halal atau tak dapat dibenarkan menurut norma-­norma Islalmi, maka alat tersebut tidak halal untuk diterapkan dalarn proses kependidikan.

d. Lingkungan sekitar.

Lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi lingkungan yang disengaja seperti lingkungan kependidikan, kebudayaan, masyarakat dan lain-­lain, dan lingkungan tak-disengaja seperti lingkungan alam, lingkungan hidup (ekosistem) dan sebagainya, namun semua lingkung­an tersebut mengandung pengaruh yang bersifat mendidik atau tak­mendidik terhadap manusia-didik baik di dalam lembaga pendidikan formal, nonformal, maupun dalam kehidupan bebas dalam masya­rakat terbuka.

e. Cita-cita atau Tujuan.

Pendidikan Islam adalah suatu sistem di dalam mana terjadi proses kependidikan yang berusaha mencapai suatu tujuan yang telah di­tetapkan. Tujuan pendidikan adalah suatu nilai ideal yang hendak diwujudkan melalui proses kependidikan itu. Pendidikan apapun senantiasa kontekstual dengan nilai-nilai atau bahkan kommitmen dengan tata nilai.

Pendidikan Islam yang membawakan dan menanamkan nilai-nilai Islami, lebih banyak berorientasi kepada nilai-nilai ajaran Islam.

Menurut konsepsi Ilmu Pendidikan Islam, manusia dengan aspek-­aspek kepribadiannya yang berkembang sejak dini dapat di­pengaruhi oleh para pendidik (formal atau non-formal dan informal) dengan corak dan bentuk idealitas yang diinginkan mereka dalam batas-batas fitrahnya masing-masing.

3. Pendekatan Keagamaan (Spiritual)

Pendekatan ini memandang bahwa ajaran Islam yang bersum­berkan kitab suci A1 Quran dan sunnah Nabi menjadi sumber impirasi dan motivasi pendidikan Islam.

Secara prinsipil, Allah SWT telah memberi petunjuk bagaimana agar manusia yang diciptakan sebagai rnakhluk yang memiliki struktur dan kontur psychis dan fisik yang paling sempuma dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, dapat berkembang ke arah pola kehidupan yang bertaqwa kepada khalik-Nya, tidak menyimpang ke jalan keludupan yang ingkar kepada-Nya.

Allah hanya memberikan dua altematif pilihan yaitu jalan hidup yang benar atau jalan hidup yang sesat untuk dipilih oleh manusia melalui pertimbangan akal pikirannya yang dibantu oleh fungsi-fungsi psikologis lainnya.

Bila ia memilih jalan kebenaran, maka dijamin oleh Allah akan memperoleh kebahagiaan hidup dunia-akhirat dan bila memilih jalan sesat, maka ia diancam oleh Allah dengan sisksaan-Nya yang me­nyengsarakan hidupnya di dunia dan akhirat.

Abul A’la Al-Maududi mendeskripsikan perkembangan moralitas Islam itu ke da1am riga ciri kehidupan sebagai berikut:

1) Keridhoan Allah menjadi tujuan hidup muslim dan keridhoan Allah menjadi sumber pembakuan moral yang tinggi serta menjadi jalan evolusi moral kemanusiaannya dengan sikap yang berorientasi kepada keridhaan Allah, memberikan sangsi moral untuk mencintai Allah dan takut kepada-Nya, yang pada giliranr.ya mendorong manusia mentaati hukum moral tanpa paksaan dari luar.

2) Seluruh lingkungan kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral Islam sehingga moral itu berkuasa penuh atas semua masalah kehidupannya, sedang hawa nafsu dan vested interest (kecenderungan yang tetap) yang picik tidak diberi kesempatan menguasai kehidupannya.

3) Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasari dengan norma-norma kebajikan yang jauh dari kejahatan. Islam memerintahkan perbuatan yang makruf dan menjauhi per­buatan mungkar, bahkan manusia dituntut untuk menegakkan keadil­an dalam menumpas segala bentuk kejahatan.

Model yang ideal bagi proses pendidikan Islam sejalan dengan nilai-nilai riligius yang Islami tersebut di atas dapat didiskripsikan secara prinsipal sebagai berikut:           –

(1)   Pandangan religious, Tiap manusia adalah makhluk berketuha­nan yang mampu mengembangkan dirinya menjadi manusia yang beitakwa dan taat kepada Allah, Khalik-Nya. Manusia dapat terjerumus ke dalam perbuatan dosa yang mempergelap jiwanya sehingga mengalami derita hidup yang berkepanjangan, namun sesuai dengan fitrahnya pula manusia mampu menjadi hamba Allah yang me­ngabdi dan berserah diri kepada-Nya. Ia mampu membersihkan jiwanya dengan mengamalkan agama Islam. Mendapatkan kendhoan Allah adalah menjadi cita-cita hidup seorang muslim. Oleh karena itu seluruh tingkah lakunya mengandung niat yang ihlas untuk beribadah kepada-Nya.

(2)   Proses kependidikan,  diarahkan kepada terbentuknya uaanusia muslim yang dedikatif kepada Allah dan yang bersikap menye­rahkan diri secara total kepada-Nya. Iahirnya dan keseluruhan hidupnya adalah milik Allah semata. Materi pendidikan Islam harus bersifat mendorong manusia-didik untuk menyadari tentang asat-usul kejadiannya; dari mana, di mana dan ke mana ia harus kembali.

(4)   Strategi Operasianalisasinya,  adalah meletakkan manusia-didik berada dalam proses pendidikan sepanjang hayat dari sejak lahir sampai meninggal dunia. Belajar tidak dibatasi dalam bentuk institusi atau fonnal melainkan berada dalam kebebasan sepan­jang hayat. Sekolah hanya merupakan bentuk institusional kepen­didikan yang formalistik yang mempersiapkan manusia-didik untuk menerjuni semudera kehidupan yang lebih luas.

 

4. Pendekutan Historis (Historical Approach)

Analisis ilmu pendidikan Islam dilihat dari latar belakang his­toris, berarti menempatkan sasaran analisa pada fakta-fakta sejarah umat Islam yang berawal dari Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasulullah SAW.

Sejak pengangkatan Muhammad SAW menjadi utusan Allah, tahap awal dari proses pendidikan Islam dimulai yaitu pada tahun ke-13 sebelum hijrah ke Madinah, pada waktu Nabi berusia 40 Tahun.

Pendidikan Islam berproses berdasarkan pendekatan individual, kemudian mengembang ke arah pendekatan keluarga, dan berlanjut ke arah pendekatan sosiologis yang semakin meluas ke arah pendekatan nasional dan berpuncak pada pendekatan universal.

Agama Islam yang bersumber dari wahyu Allah yang ditunankan kepada Muhammad SAW mengandung doktrin kehidupan umat manusia yang bemilai mendidik (paedagogis).

Firman-firman Allah dalam kitab suci A1 Quran yang mengan­dung nilai historis, tersirat di dalamnya nilai-nilai paedagogis yang merentang ke arah pembentukan kepribadian yang beriman hanya kepada Allah yang Maha Esa, mentauhidkan kepercayaan manusia kepada kekuasaan yang Maha Esa yang bersifat mntlak, tak ada tan­dingan-Nya dalam alam semesta.

Berbagai-pandangan dari ulama dan ilmuwan Islam tentang faktor historis untuk menganalisa pendidikan Islam menunjukkan bahwa pada prinsipnya pendidikan Islam berproses dalam 5 aspek:

a. Ideal: proses mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan cita-cita ajaran Islam dapat berlangsung dengan lancar bila beiprinsip pada konsistensi dan kesinambungan dalam suatu sistem kemasyarakatan yang teratur rapi.

b. Institusional: tujuan atau cita-cita   itu akan lebih mudah dicapai melalui proses kependidikan jika ditransformasikan melalui institusi (lembaga) kependidikan, karena institusi menjadi wadah pengor­ganisasian dan pelaksanaan program untuk mencapai tujuan pen­didikan.

c. Struktur: dengan stn.:ktur (bentuk) kelembagaan, kependidikan yang berjenjang (bertingkat), tujuan pendidikan Islam dicapai secara ber­tahap sesuai tingkat-tingkat perkembangan manusia-didik.

d. Materiil: Tujuan akhir dan sementara pendidikan Islam menentukan corak materi pelajaran, yang baru dapat efektif dan efisien, jika diajarkan dengan sistem dan metode yang tepatguna sesuai dengan kerakteristik dari idealitas nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan.

Perkembangan Pendidikan Islam dapat kita kategorikan ke dalam periode-periode sebagai berikut:

1. Periode Awal proses Nabi SAW menyampaikan ajaran Islam di Nfakkah.

Dalam periode ini pendidikan Islam lebih memfokuskan pada menginternalisasi atau mentranspormasikan nilai-nilai fundamental yaitu keimanan yang tauhidi, karena iman menjadi daya dorong ter­hadap amal perbuatan.

Pendidikan Islam dalam periode ini berlangsung secara indivi­dual dan kelompok di mesjid-mesjid dan rumah-rumah para sahabat (rumah Al-Arqam Ibn Al-Arqam dan sebagainya), serta Al-Kuttab bagi anak-anak untuk belajar baca dan tulis huruf A1 Quran.

2. Periode Khulafa Al-Rasyidin

Pada periode Khulafa Ar-Rasyidun, sistem pendidikan masih seperti sistem yang berkembang pada zaman Nabi masih hidup, yaitu halaqah-halaqah di masjid, pengajian-pengajian di rumah sahabat dan untuk anak-anak di Al-Kuttab.

Penyelenggaraan dan penanggung jawab pendidikan oleh khali­fah di serahkan sepenuhnya kepada para orang tua mereka, khalifah tidak ikut campur.Saat itu belum ada upah atau gaji untuk guru, muaddib atau pengajar agama di kalangan sahabat. Pendidikan Islam berlangsung secara cuma-cuma (gratis) karena dirasakan menjadi kewajiban umat Islam yang wajib ditunaikan.

3. Periode Dinasti-dinasti Khilafat Umayyah, Abasiyyah dan Fatimiyyah.

Perkembangan periode ini dimulai pada abad ke-2 H, ketika kerjaaan Islam dibentuk oleh dinasti-dinasti Mu’awiyah di Damaskus, disusul Daulah Abbasiyah di Bagdad, lalu Daulah Fatimiyah di Mesir, dan terakhir oleh Ottoman dari Turki. Tahap demi tahap perkembangan pendidikan Islam berjalan seiring dengan perkembangan peradaban Islam yang lnendapatkan dorongan baru akibat kontaknya dengan peradaban Yunani dan Persia serta akibat dari penyerapannya terhadap sejumlah unsur peradaban Yahudi dan Nasrani. Kontak-kontak Islam dengan peradaban luar itu membuka cakrawala baru dalam proses penyesuaian dan pengembangan bahan-bahan, pemikiran baru dalam pembentukan peradaban Islam, yang kemudian mempengaruhi bahan-­bahan pelajaran yang diberikan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam.

4. Periode Kemunduran:

Setelah abad 14 M dunia Islam sedikit demi sedikit tenggelam ke dalam kebekuan dan keterbelakangan, terutama akibat datangnya penjajah Barat yang selain berpolitik devide et impera, juga berpolitik pendidikan yang melemahkan semangat Islam muri, sampai mun­culnya para ulama pembaharuan Islam seperti Jamaluddin Al-Afghany, Muhammad Abduh dan murid-muridnya pada akhir abad 19 di Mesir yang mengajak umat seluruh dunia untuk bangkit dan mengkaji kembali ajaran Islam yang muri dan dinamis, disusul para pembaharu.

5. Periode Kemerdekaan

Sejak mulai tahun empat puluhan, satu persatu negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam melepaskan di dari penjajahan Barat secara politis, maka mulailah umat Islam bangkit kembali mempelajari agama Islam yang murni dari sumber aslinya melalui iembaga-lembaga pendidikan Islam di berbagai negara. Para ilmuwan ulama dan ulama ilmuwan mulai sadar akan kelemahan­kelemah umat Islam karena sikap dan pandangannya yang beku dan kurang mergacu kepada kebutuhan modernisasi kehidupannya.

Hasil-hasil pemikiran para ilmuwan Islam berpadu dengan pernikiran ulama-ulama modem, membuahkan hasil analisis ilmiah yang mendorong kesadaran kembali tentang posisi umat Islam sebagai “khalifatul” di muka buminya sendiri. Kesadaran tersebut mendorong tumbuhnya upaya mengaktualisikan, memfungsionalkan serta meng­kontekstualkan ajaran Islam yang hakiki ke dalam karena kehidupan masyarakat yang makin maju akibat tuntutan hidup yang semakin meningkat berkat kemajuan ilmu dan teknologi modern di segala bidang. Reorientasi berpikir diarahkan kepada modemisasi umat Islam.[6]

 

C.METODE PENDIDIKAN ISLAM

Mahmud dan Tedi Priatna dalam bukunya Kajian Epistemologi, Sistem dan Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, mengemukakan bahwa metode dalam dunia pendidikan secara sederhana adalah suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pendidikan.

Lebih lanjut mereka  menuliskan bahwa metode pendidikan islam menyangkut banyak prinsip-prinsip keilmuan pendidikan islam yang bersumber dari Al-quran dan hadits. Oleh karena itu utuk mendalaminya perlu diungkapkan implikasi-implikasi metodologis pendidikan dalam al-Quran dan Hadits tersebut, yang antara lain sebagai berikut:

  1. Gaya bahasa dan ungkapan yang terdapat dalam firman-firman Allah dalam Al-quran menunjukan fenomena bahwa firman-firman Allah itu mengandung nilai-nilai metodologi yang mempunyai corak dan ragam yang sesuai dengan tempat dan waktu serta sasaran yang dihadapi, namun yang sangat penting adalah bahwa firman-firman Allah itu mengandung hikmah dan kebijaksanaan yang secara metodologis sesuai dengan kecenderungan kemampuan manusia yang hdup dalam kondisi dan situasi yang berbeda-beda.
  2. Allah SWT. dalam hal pemberian perintah dan larangan senantiasa memperhatikan kadar kemampuan masing-masing hamba-Nya , sehingga bebannya bereda-beda meskipu dalam tugas yang sama.
  3. Sistem pendekatan metodologis yang dinyatakan dalam Al-Quran bersifat multi approach, yang meliputi antara lain:

–       Pendekatan Religius, yang menitikberatkan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa religious dengan bakat-bakat keberagamaanya.

–       Pendekatan Filosofis, yang memandang bahwa manusia adalah makhluk yang rasional (zoom politicon) sehingga segala sesuatu yang menyangkut perkembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan berfikirnya dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal perkembangannya.

–        Pendekatan sosio-kultural yang bertumpu pada pandangan, bahwa manusia itu adalah makhluk bermasyarakat dan berkebudayaan (home socius dan homo sapiens).

–       Pendekatan scientific yang titik beratnya terletak pada pandangan bahwa manusia itu mmiliki kemampuan menipta (cognitif), berkemauan (konatif), dan merasa (afektif atau emosional)

      Secara operasional islam dalam ajarannyamemiliki banyak implikasi pendidikan, terutama secara metodologis, misalnya:

  1. Metode mendidik secara berkelompok yang sering disebut metode mutual education. Hal ini dapat terlihat dalam sabda Rasul yang artinya : “Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bersalat.
  2. Metode mendidik secara intruksional yaitu yang bersifat mengerjakan. Hal ini tergambar dalam firman Allah yang memerintahkan seperti diwajibakannya shalat, zakat, puasa dan haji bagi yang mampu.
  3. Metode mendidik dengan cara bercerita, yaitu dengan mengkisahkan suatu peristiwa sejarah masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya terhadap perintah dan larangan Allah . Sesuai dengan Firman Allah surat Yusuf ayat 111.
  4. Metode mendidik melalui bimbingan dan penyuluhan. Hal ini terlihat dalam firman Allah Surat Yunus ayat 57, an-Nisa ayat 58 dan Luqman ayat 13. Pendekatan yang dilakukan dalam operasionalnya ialah dengan sikap yang lemah lembut dan lunak hati dengan gaya menuntun dan membimbing ke arah kebenaran, seperti yang digambarkan Allah dalam firman-Nya surat Ali Imran ayat 139.
  5.  Metode Pemberian Contoh dan Teladan. Firman Allah berkenaan dengan metode ini  Surat al-Ahzab ayat 21 dan ayat 67 – 68.
  6. Metode  mendidik secara berdiskusi. Penjelasan Allah mengenai metode ini seperti dalam Firman-Nya Surat An-Nahl ayat 125.
  7. Metode mendidik dengan cara Tanya jawab. Hal bertanya diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya surat An-Nahl ayat 43.
  8. Metode mendidik dengan menggunakan perumpamaan atau metode internal. Hal ini terlihat dalam firman Allah surat Ar-Ra’d ayat 17 dan Surat Al-ankabut ayat 41.
  9. Metode mendidik dengan cara targib dan tarhib, yaitu memberikan pengajaran dengan cara meberikan dorongan (motivasi) untuk memperoleh kegembiraan dan mendapat kesusahan jika tidak mengikuti kebenaran. Firman Allah berkaitan dengan metode ini surat Az-Zilzalah ayat 6-8 dan surat Fusilat ayat 46.
  10. Metode mendidik dengan cara taubat dan ampunan, yaitu cara membangkitkan jiwa dari rasa frustrasi kepada kesegarn hidup dan optimism dalam belajar dengan memberikan kesempatan untuk bertaubat dari kesalahan diikuti dengan pengampunan atas dosa dan kesalahannya.

 Kaitannya dengan Konteks proses pembelajaran sebagai  salah satu bagian penting dari pendidikan (termasuk di dalamnya pendidikan Islam), secara teknis operasional dikenal beberapa metode pembelajaran, yaitu: 1. Metode Ceramah, Metode Latihan, Metode Tanya jawab, Metode Proyek , Metode Eksperimen, Metode Penugasan, Metode Diskusi, Metode Demontrasi, Metode Eksperimen, Metode Problem solving, Metode Sosio Drama dan Metode Karyawisata[7]

 

D. METODE PENDIDIKAN MENURUT AHLI DIDIK ISLAM

1. Al-Gazali

Menurut beliau metode mengajar dimulai dengan hafalan beserta pemahaman lalu diikuti dengan keyakinan dan pembenaran. Sesudah itu ditegakan dengan dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang menunjang pengokohan akidah.

 

2. Ulwan

Beliau menguaraikan empat macam yang harus dilakukan oleh pendidikan di rumah tangga orang tua) dalam tanggung jawabnya mendidik keimanan anak:

  1. Menyuruh anak-anak sejak awal membaca La ilaha illallah
  2. Memperkenalkan sejak awal tentang halal haram
  3. Menyuruh anak beribadah semenjak umur tujuh tahun
  4. Mendidik anak cinta Rasul dan keluarganya serta cinta membaca al-Quran

 

 

  1. 4.   Abd al-Rahman al-Nahlawi

Beliau mengemukakan metode Quran dan Hadits yang dapat menyentuh perasaan yaitu:

  1. metode hiwar (percakapan Qurani dan Nabawi)
  2. Mendidik dengan kisah Qurani dan Nabawi
  3. Mendidik dengan amtsal Qurani dan Nabawi
  4. Mendidik dengan memberi tauladan
  5. Mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman
  6. Mendidik dengan mengambil ‘ibrah (pelajaran) dan peringatan
  7. Mendidik dengan membuat senang (targhib) dan membuat takut (tarhib)[8]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

 

  1. Pendidikan Islam layaknya pendidikan-pendidikan yang lain, memerlukan pendekatan dan metode yang tepat.
  2.  Pemilihan pendekatan dan metode yang tepat guna dan berdaya guna sangat perlu dilakukan untuk mencapai apa yang sudah ditetapkan dalam tujuan.
  3. Pendekatan Pendidikan Islam dintaranya : Pendekatan system, Pendekatan sejarah, Pendekatan Pedagogis dan psikologis dan Pendekatan Agama.
  4. Metode Pendidikan Islam diantaranya; Metode mendidik secara berkelompok, secara intruksional, berceritra, melalui bimbingan dan penyuluhan, Contoh dan Teladan, diskusi, menggunakan perumpamaan atau metode internal, dengan cara targib dan tarhib.dan Tanya jawab.
  5. secara teknis operasional dikenal beberapa metode pembelajaran, yaitu: 1. Metode Ceramah, Metode Latihan, Metode Tanya jawab, Metode Proyek , Metode Eksperimen, Metode Penugasan, Metode Diskusi, Metode Demontrasi, Metode Eksperimen, Metode Problem solving, Metode Sosio Drama dan Metode Karyawisata.
  6. Metode Pendidikan Agama Islam menurut Para Ahli Pendidikan Islam daintaranya Al-Ghazali, Ulwan dan Abdurrahman An-Nahwawi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Arifin, HMIlmu Pendidikan Isla, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)

Dictionary version 2.1.3 (80.4) coyright 2005-2009 Apple Inc

Mahmud & Tedi Priatna, Kajian Epistimologi, Sistem dan Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2008)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 1998)

 


[1] Mahmud & Tedi Priatna, Kajian Epistimologi, Sistem dan Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2008), hlm 160

[2] Dictionary version 2.1.3 (80.4) coyright 2005-2009 Apple Inc.

[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 1998), hlm 77

[4] ibid, hlm 4

[5] ibid, hlm 4

[6] HM.Arifin,  Ilmu Pendidikan Isla, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) hlm.116-181

[7] Mahmud & Tedi Priatna, Kajian Epistimologi, Sistem dan Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2008), hlm 160 – 190

[8] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 1998), hlm 80 – 82

One Response

  1. aslm wr.wb maaf sblumnya sy izin ambil makalahnya, sblumnya sy minta izin dulu , trmksh bnyak

Leave a comment